Senin, 28 November 2011

Pulau Komodo Masuk Daftar 7 Keajaiban Dunia! Rachmadin Ismail - detikNews


Jakarta - Yayasan New7Wonders akhirnya mengumumkan tujuh lokasi keajaiban dunia untuk kategori alam. Di antara nama-nama di dalam daftar pemenang sementara ada Pulau Komodo. Selamat!

Dalam situs resmi New7Wonders, Sabtu (12/11/2011) dinihari, tertulis pengumuman bahwa nama-nama yang tercantum adalah daftar 7 keajaiban dunia sementara berdasarkan pada perhitungan suara pada 11/11/2011. Ada kemungkinan perubahan pemenang dari daftar yang ada sekarang dengan pemenang sesungguhnya nanti.

Peringkat yang dimunculkan juga berdasarkan abjad. Bukan atas dasar peringkat jumlah perolehan suara yang dikumpulkan.

Pihak panitia saat ini masih memeriksa, menghitung dan memverifikasi secara independen jumlah perolehan suara yang masuk. Pemenang resmi akan diumumkan dan dikonfirmasi pada awal tahun 2012.

Berikut ketujuh daftar 7 keajaiban dunia versi New7Wonders berdasarkan abjad:

1) Amazon
2) Halong Bay
3) Iguazu Falls
4) Jeju Island
5) Komodo
6) Puerto Princesa Underground River
7) Table Mountain


http://www.detiknews.com/read/2011/11/12/024046/1765902/10/pulau-komodo-masuk-daftar-7-keajaiban-dunia

Rabu, 02 November 2011

Pramuka Cut Meutia Fattahilah


Rabu, 26 Oktober 2011

.Truk Mattrack: Mobil Ski


Sebenarnya truk ini truk biasa yang roda-rodanya diganti dengan sabuk-sabuk mattrack. Perusahaan pembuatnya - Mattrack - tampaknya mampu membuat jendaraan sejenis ini dari semua kendaraan 4x4 - dari ATV hingga truk seberat 20 ton. Sabuk-sabuk yang pendek membuat Truk Mattrack berjalan hampir dimana saja kecuali pada salju yag terlalu tebal atau dalam. Pada salju yang dalam, sabuk-sabuk yang lebih panjang dibutuhkan. Sabuk yang pendek tersebut juga bisa digunakan saat melintasi glasier (sungai salju) yang pendek, sedangkan untuk glasier yang lebar digunakan sabuk yang panjang.



http://skyrider27.blogspot.com/2009/08/mobil-teraneh-terunik-dan-terlucu-di.html

2.Colim: Karavan yang Copotable


Kendaraan ini didesain oleh Christian Susana yang merupakan hasil kawin silang sebuah mobil dan karavan untuk camping. Bagian depannya bisa dicopot-copot, jika sedang tidak untuk camping, dam menjadi sebuah mobil dengan dua kursi penumpang. Mungkin penampilannya aneh, tapi fleksibilitasnya sangat mengagumkan.



http://skyrider27.blogspot.com/2009/08/mobil-teraneh-terunik-dan-terlucu-di.html

.Mobil Terceper Di Dunia Bertenaga Jet


Mobil ceper gila ini akan dimasukkan Guinness Book sebagai kendaraan paling flat alias ceper sedunia. Seberapa ceper ? Mobil ini tingginya cuma 19 inci. Edannya, sang pembuat Perry Watkins memasang mesin turbin jet di pantat mobilnya. Entah mobil ini legal apa tidak dipakai di jalanan.



http://skyrider27.blogspot.com/2009/08/mobil-teraneh-terunik-dan-terlucu-di.html

Mobil Terbang


Mobil Terbang Buatan Amerika Serikat — Bicara mengenai mobil terbang, pastinya kita akan teringat dengan kendaraan canggih yang muncul di film-film yang mengangkat tema masa depan. Atau seperti serial animasi yang dimana dunia sudah semakin modern.
Kini negara maju Amerika Serikat berhasil menciptakan sebuah mobil yang dapat beroperasi dua alam, yaitu darat dan udara seperti yang dilansir dariotomotif.kompas.com
Mobil Terbang Buatan Amerika Serikat
Amerika Serikat kini punya transition roadable aircraft(TRA), kendaraan yang bisa jalan di dua alam, darat dan udara, ciptaan Terrafugia Transition. Mobil terbang ini sudah ada sejak 2006, tetapi pihak pembuat butuh waktu bertahun-tahun untuk meyakinkan pihak berwenang akan kelaikan dan keselamatan untuk mendapatkan izin.
Pada 2009, TRA mendapat lampu hijau melakukan terbang perdana. Sementara izin berkendara di jalanan (on the road) baru dikantongi sekarang yang dikeluarkan oleh Lembaga Keselamatan Jalan Raya dan Lalu Lintas Nasional AS (National Highway Traffic Safety Administration/NHTSA).
Dalam izin itu disebutkan, Terrafugia mendapat beberapa keringanan khusus dengan berbagai pertimbangan. Misalnya, TRA boleh menggunakan jenis ban yang lebih berat dari bobot normal. Lalu, khusus kaca harus dilapisi untuk keselamatan kala terjadi tabrakan atau ditabrak burung. Namun, pada TRA menggunakan bahan polikarbonat (plastik).
Adanya pengecualian, menurut NHTSA kepada insidelane, karena mobil terbang itu masih dalam lingkup kepentingan umum dan konsistensi menjaga keselamatan lalu lintas.
Sekalipun bisa terbang, TRA harus mengikuti prosedur layaknya pesawat terbang, yakni jika ingin tinggal landas harus dari bandara.
Dari segi performa, TRA diklaim bisa terbang sejauh 700 kilometer dengan kecepatan 175 km/jam. Saat di jalanan, mobil ini bisa dipacu dengan kecepatan 110 km/jam. Ia bisa parkir layaknya mobil biasa. Selain itu, TRA memiliki kemampuan melipat sayap hanya dalam waktu 30 detik, ibarat sebuah mobil konvertibel.
Dengan dikantonginya izin ini, maka membuka jalan TRA untuk mulai pengiriman 100 unit yang sudah terpesan konsumen. Satu mobil terbang dibanderol 250.000 dollar AS (Rp 2,1 miliar).Amerika Serikat kini punyatransition roadable aircraft(TRA), kendaraan yang bisa jalan di dua alam, darat dan udara, ciptaan Terrafugia Transition. Mobil terbang ini sudah ada sejak 2006, tetapi pihak pembuat butuh waktu bertahun-tahun untuk meyakinkan pihak berwenang akan kelaikan dan keselamatan untuk mendapatkan izin.
Pada 2009, TRA mendapat lampu hijau melakukan terbang perdana. Sementara izin berkendara di jalanan (on the road) baru dikantongi sekarang yang dikeluarkan oleh Lembaga Keselamatan Jalan Raya dan Lalu Lintas Nasional AS (National Highway Traffic Safety Administration/NHTSA).
Dalam izin itu disebutkan, Terrafugia mendapat beberapa keringanan khusus dengan berbagai pertimbangan. Misalnya, TRA boleh menggunakan jenis ban yang lebih berat dari bobot normal. Lalu, khusus kaca harus dilapisi untuk keselamatan kala terjadi tabrakan atau ditabrak burung. Namun, pada TRA menggunakan bahan polikarbonat (plastik).
Adanya pengecualian, menurut NHTSA kepada insidelane, karena mobil terbang itu masih dalam lingkup kepentingan umum dan konsistensi menjaga keselamatan lalu lintas.
Sekalipun bisa terbang, TRA harus mengikuti prosedur layaknya pesawat terbang, yakni jika ingin tinggal landas harus dari bandara.
Dari segi performa, TRA diklaim bisa terbang sejauh 700 kilometer dengan kecepatan 175 km/jam. Saat di jalanan, mobil ini bisa dipacu dengan kecepatan 110 km/jam. Ia bisa parkir layaknya mobil biasa. Selain itu, TRA memiliki kemampuan melipat sayap hanya dalam waktu 30 detik, ibarat sebuah mobil konvertibel.
http://dniell.com/mobil-terbang-buatan-amerika-serikat

10 Sikap Pria yang Disukai Wanita

1. KOMUNIKATIF
Menurut hasil riset, wanita memerlukan waktu lebih banyak untuk bicara dan diajak bicara dibandingkan pria. Wanita menyukai pria yang komunikatif dan selalu punya bahan pembicaraan yang menarik. Pria humoris tentu saja punya nilai plus di mata wanita.
2. PERHATIAN
Wanita menyukai pria yang penuh perhatian. Perhatian yang wajar dan tulus bisa membuat wanita merasa dihargai dan disayangi. Bila disampaikan pada saat yang tepat, perhatian yang kecil pun bisa meninggalkan kesan yang manis dan tak terlupakan.
3. PENGERTIAN
Pria yang penuh pengertian tidak suka memberi ceramah panjang lebar, memasang wajah cemberut atau marah besar untuk mengubah kebiasaan buruk kekasihnya. Ia selalu siap memaafkan kesalahannya, berusaha mentolerir kelemahannya, berupaya memenuhi keinginannya, mencoba melihat dari sudut pandangnya, dsb.
4. TEGAS
Wanita memerlukan seorang pendamping yang bisa bersikap tegas dan bisa mengambil keputusan. Misalnya, ketika bingung untuk memilih, wanita memerlukan Anda untuk membantunya mengambil keputusan. Laki-laki yang plintat-plintut, ragu-ragu dan susah mengambil keputusan biasanya kurang dihargai.
5. TEGAR
Wanita mengagumi pria yang bersikap tegar dan berjiwa besar. Ketegaran tidak tampak ketika segala sesuatu berjalan lancar. Justru ia diuji ketika ada masalah, ketika hubungan terancam putus, ketika terjadi PHK, dsb. Pria yang mudah menyerah, putus asa dan frustasi tidak menarik bagi seorang wanita. Bagaimana mungkin aku akan berlindung pada seorang bayi yang rapuh!
6. MENGHORMATI WANITA
Wanita akan menghormati pria yang menghormatinya. Kapan wanita merasa dihormati? Ketika dia dibukakan pintu dan dipersilahkan masuk duluan, ketika beban yang diangkatnya diambil alih, ketika dia tidak dibiarkan menunggu terlalu lama, ketika dia dipuji di depan orang lain, ketika hasil karyanya dihargai, dsb.
7. MELINDUNGI WANITA
Meskipun suka dilindungi, namun wanita tidak menyukai perlindungan yang over dan kaku. Wanita tidak merasa dilindungi bila kemana-mana selalu dikawal, diawasi atau dimonitor meskipun dengan dalih demi keselamatanmu. Wanita juga tidak suka diatur dan dilarang meskipun dengan alasan demi kebaikanmu. Wanita menghargai perlindungan yang lembut. Misalnya, berjalan atau menyeberang pada posisi aman, ditemani ketika dia merasa ketakutan, diantar ke dokter ketika dia sakit, dsb.
8. MENGHARGAI WANITA
Wanita ingin dihargai dan diperlukan oleh kekasihnya. Dia tidak suka pria yang berkesan tidak terlalu menghargainya. Kapan dia merasa dihargai? Ketika dari luar kota Anda meneleponnya dan bilang Aku merindukanmu, ketika Anda meminta pendapatnya, ketika Anda tidak menyembunyikan sesuatu dengan alasan itu urusan laki-laki, dsb.
9. SIMPATIK
Pria yang simpatik tidak hanya bersikap baik kepada kekasihnya, tapi juga kepada keluarga kekasihnya, kepada teman-temannya dan kepada orang lain. Dengan demikian dia membuktikan bahwa kebaikannya bukan sandiwara, tapi benar-benar kebiasaan dan sifatnya.
10. ROMANTIS
Pria yang romantis biasanya bersikap manis, memperlakukan kekasihnya dengan lembut, memanggilnya dengan sebutan yang romantis, memberi bunga pada hari-hari spesial, dsb. Meski tidak setampan Kevin Costner, setiap pria perlu belajar untuk bersikap romantis. Mengapa? Karena pria yang romantis adalah pria idaman wanita.

(Diambil dari 10 Jurus Dewa Cinta)

http://clubbing.kapanlagi.com/threads/4143-10-Sikap-Pria-yang-Disukai-Wanita

Demokrasi Dalam Islam





DEMOKRASI DALAM ISLAM


  1. Islam dan Demokrasi

Kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani demos¡ (rakyat) dan kratos¡ (kekuasaan). Aristoteles dalam bukunya "Organon" bab Retorika ketika menyandingkan bentuk-bentuk pemerintahan dalam: Demokrasi, Oligarki, Aristokrasi, dan Monarki mendefinisikan pemerintahan demokrasi sebagai jika kekuasaan dalam pemerintahan itu dibagi-bagi menurut pemilihan atau kesepakatan¡.

Ibn Rusyd (Averroes) seorang filosof muslim Andalusia termasyur sekaligus pensyarah buku-buku Aristoletes menerjemahkan demokrasi dengan "politik kolektif" (as siyasah al jama'iyah).

Sedang dalam ilmu sosiologi, demokrasi adalah sikap hidup yang berpijak pada sikap egaliter (mengakui persamaan derajat) dan kebebasan berpikir. 

Meski demokrasi merupakan kata kuno, namun demokrasi moderen merupakan istilah yang mengacu pada eksperimen orang-orang Barat dalam bernegara sebelum abad XX.

Orang-orang Islam mengenal kata demokrasi sejak jaman transliterasi buku-buku Yunani pada jaman Abbasiyah. Selanjutnya kata itu menjadi bahasan pokok para filosof muslim jaman pertengahan seperti Ibnu Sina (Avicenna), dan Ibn Rusyd ketika membahas karya-karya Aristoteles.

Istilah demokrasi dalam sejarah Islam tetaplah asing, karena sistem demokrasi tidak pernah dikenal oleh kaum muslimin sejak awal. Orang-orang Islam hanya mengenal kebebasan (al hurriyah) yang merupakan pilar utama demokrasi yang diwarisi semenjak jaman Nabi Muhammad (Saw.), termasuk di dalamnya kebebasan memilih pemimpin, mengelola negara secara bersama-sama (syuro), kebebasan mengkritik penguasa, kebebasan berpendapat.

Sikap bebas dan demokratis merupakan ciri kehidupan yang hilang dari tengan-tengah sebagian besar ummat Islam pada saat ini, baik dalam bermasyarakat maupun bernegara.

Nabi Muhammad (Saw.) dan Sikap Demokratis.
Buku-buku sejarah mencatat bahwa di luar otoritas keagamaan yang menjadi tugas utamanya, Nabi Muhammad (Saw.) merupakan tokoh yang demokratis dalam berbagai hal. Bahkan ketika terjadi kasus-kasus yang tidak mempunyai sandaran keagamaan (wahyu) beliau bersikap demokratis dengan mengadopsi pendapat para sahabatnya, hingga memperoleh arahan ketetapan dari Allah.

Sikap demokratis Nabi Muhammad (Saw.) ini barangkali merupakan sikap demokratis pertama di Semenanjung Arabia, di tengah-tengah masyarakat padang pasir yang paternalistik, masih menjunjung tinggi status-status sosial klan, dan non-egaliter.
Beberapa contoh yang menunjukkan bahwa Nabi Muhammad (Saw.) merupakan seorang demokrat adalah:

Ketika Nabi Muhammad (Saw.) diminta suku-suku Arab menjadi penguasa sipil (non-agama) di luar status beliau sebagai pemegang otoritas agama, beliau mengambil pernyataan setia orang-orang yang ingin tunduk dalam kekuasaan beliau sebagai tekhnik memperoleh legitimasi kekuasaan. Pernyataan setia ini dikenal dalam sejarah Islam sebagai "Bai'at Aqabah I & II". Dari titik ini para ulama Islam sejak dulu menegaskan bahwa kekuasaan pada asalnya di tangan rakyat, karena itu kekuasaan tidak boleh dipaksakan tanpa ada kerelaan dari hati rakyat. Pernyataan kerelaan itu dinyatakan dalam bentuk "pernyataan setia" atau bai'at.

Berdasarkan prinsip ini maka ajaran Islam menolak kudeta atau merebut kekuasaan secara inkonstitusional, karena kudeta merupakan bentuk pernyataan sepihak sebagai penguasa. Sedangkan legitimasi kekuasaan harus diperoleh dari rakyat secara sukarela tanpa ada paksaan apapun.

Setelah Nabi Muhammad (Saw.) bermigrasi ke Madinah, beliau mengangkat budak kulit hitam Ethiopia yang bernama Bilal menjadi pengumandang panggilan shalat (azan). Posisi ini merupakan sebuah kedudukan prestisius bagi seorang budak kulit hitam dalam belantara kabilah-kabilah Arab yang terhormat.

Ketika beliau membentuk negara pertama kali dalam Islam, yaitu negara Madinah yang multi agama. Beliau tidak menggunakan Al Quran sebagai konstitusi negara Madinah. Karena Al Quran hanya berlaku bagi orang-orang yang mempercayainya, yaitu kaum muslimin. Beliau menyusun "Piagam Madinah" berdasarkan kesepakatan dengan orang-orang Yahudi sebagai konstitusi negara Madinah. Pada masa negara Madinah ini pula beliau mengenalkan konsep "bangsa" (al ummah) sebagai satu kesatuan warga negara Madinah tanpa membedakan asal-usul suku.     

Nabi Muhammad (Saw.) mendirikan negara Madinah ini berdasarkan kontrak sosial (al 'aqd al ijtima'i) antara kaum muslimin dengan kaum Yahudi, Kristen, dan kaum Arab pagan yang berdiam di Madinah. Piagam Madinah berisi prinsip-prinsip interaksi yang baik antarpemeluk agama; saling membantu menghadapi musuh yang menyerang negara Madinah, menegakkan keadilan dan membela orang yang teraniaya, saling menasehati, dan menghormati kebebasan beragama.

Sewaktu Perang Badar, perang pertama kali dalam sejarah Islam antara kaum muslimin dengan orang-orang Arab pagan, Nabi Muhammad (Saw.) menanggalkan pendapatnya dan mengambil pendapat sahabatnya dalam menyusun strategi perang yang jitu.
 
Perjalanan Demokrasi dalam Masyarakat Islam Pasca Nabi Muhammad (Saw.).
Sepeninggal Nabi Muhammad (Saw.) nilai-nilai demokratis yang beliau ajarkan mulai pudar. Hal ini terjadi akibat pertentangan dan persaingan kekuasaan yang menghebat.
Pada peralihan kekuasaan setelah wafatnya beliau ke tangan penggantinya Abu Bakar proses demokrasi dapat berjalan baik meski agak alot. Karena setiap kabilah Arab merasa berhak memegang tampuk kepemimpinan. Di balai pertemuan Bani Saadah di Madinah, Abu Bakar terpilih dengan dukungan mayoritas melalui bai'at atas kepemimpinannya.

Berdasarkan pengalaman peralihan kekuasaan pada masanya yang alot, maka Abu Bakar menunjuk penggantinya secara langsung sebelum ia wafat untuk memegang tampuk khalifah.

Abu Bakar digantikan Umar bin Khattab. Takut terjadi kericuhan dan kealotan dalam peralihan kekuasaan selanjutnya, Umar menunjuk enam orang untuk bermusyawarah menetapkan penggantinya. Pergantian kekuasaan setelah Umar berjalan lancar, dan terpilihlah Utsman bin Affan, meski ada rasa ketidakpuasan di antara orang-orang yang ditunjuk hingga menimbulkan friksi-friksi tajam.

Setelah Utsman terbunuh akibat ketidakpuasan daerah-daerah, peralihan kekuasaan menjadi semakin berdarah-darah. Pemilihan penggantinya Ali bin Abi Talib jauh dari tata cara yang sempurna.

Pada masa ini, sikap politik ummat Islam terbagi menjadi empat. Dua kekuatan besar menjadi mainstream yaitu: pendukung Ali dan pendukung khalifah terbunuh Utsman bin Affan yang diwakili oleh Muawiyah bin Abi Sufyan.

Pandangan politik pendukung Ali selanjutnya terlembaga menjadi sebuah ideologi dan sekte agama, yaitu Syi'ah.

Kelompok ketiga adalah orang-orang yang anti kelompok pertama dan kedua, kelompok ini menamakan diri Khawarij. Khawarij berusaha melakukan pembunuhan politik terhadap tokoh-tokoh kelompok pertama dan kedua, karena beranggapan bahwa mereka adalah biang keladi perpecahan ummat. Selanjutnya kelompok keempat adalah orang-orang yang tidak mengambil peran dalam konflik politik ini. Mereka menghindar sambil menyerahkan permasalahan ini kepada Allah untuk diselesaikan pada Hari Pembalasan, kelompok ini bernama Murji'ah.

Munculnya empat golongan ini terjadi pada akhir masa kekuasaan para sahabat dekat Nabi Muhammad (Saw.).

Dalam sejarah Islam pemerintahan empat sahabat dekat beliau merupakan rujukan kedua, sebagai bentuk pemerintahan ideal pasca pemerintahan Nabi Muhammad (Saw.).





Hilangnya Sikap Demokratis dari Masyarakat Islam.

Kebebasan dan sikap demokratis mulai hilang dalam Islam seiring dengan berakhirnya kekuasaan khalifah keempat, Ali bin Abi Talib.

Setelah Ali terbunuh, pengikutnya membai'at anaknya Al Hasan bin Ali sebagai khalifah. Al Hasan bukanlah seorang kuat disamping ia selalu menghindar dari konfrontasi politik. Dengan alasan demi persatuan ummat Islam, maka ia menyerahkan tampuk kekuasaan kepada Muawiyah bin Abi Sufyan, lawan politik Ali yang juga keluarga dekat Utsman.

Ketika Muawiyah berkuasa inilah kebebasan dan sikap demokratis yang diajarkan Nabi Muhammad (Saw.) mulai terpasung. Dengan menggunakan jargon-jargon agama yang totalistik (al jabariyah) dan ketajaman pedang, Muawiyah berusaha memperoleh legitimasi kekuasaan dari rakyat dan mempertahankannya. Muawiyah selalu mengatakan bahwa kekuasaannya merupakan kehendak Tuhan, karena itu tak ada seorang pun yang boleh mengambilnya.

Pada masa Muawiyah pula terjadi pewarisan kekuasaan pertama dalam sejarah Islam. Muawiyah telah mengubah sistem pemerintahan Islam dari demokrasi (pemerintahan yang dikelola bersama-sama dengan sistem syuro/musyawarah) menjadi monarkhi. Kekuasaan Muawiyah ini dikenal dengan "Dinasti Bani Umaiyah", dan ia memindahkan ibukota Islam dari Kufah di Irak ke Damaskus, Syiria.

Pada masa Muawiyah dan keturunannya penindasan kejam terhadap kelompok oposisi dimulai, khususnya terhadap para pendukung keluarga Ali. Tindakan represif Bani Umaiyah ini belum pernah terjadi dalam sejarah Islam sebelumnya.

Ketika Dinasti Umaiyah runtuh dan digantikan dengan Dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad, balas dendam politik terhadap para pembantai keluarga Ali tak terelakkan. Begitulah seterusnya, setiap penguasa muslim menggunakan agama untuk mengekalkan kekuasaannya dan membuang jauh-jauh kehendak rakyat. Dan hampir setiap pergantian kekuasaan selalu disertai pertumpahan darah.

Penguasa Mamalik di Mesir bahkan menggunakan militer untuk memisahkan kekuasaan dengan rakyat, sehingga rakyat tidak dapat berhubungan langsung dengan penguasa. Politik Mamalik ini mirip dengan apa yang dilakukan Orde baru di Indonesia, menggunakan militer untuk melindungi kekuasaan dan menyekat kekuasaan dari rakyat. Begitu pula pada jaman Ottoman, institusi khilafah yang agung dan demokratis hanya berupa nama. Para khalifah Ottoman merupakan raja-raja yang tidak memperoleh legitimasi kekuasaan dari rakyat.

Semenjak jaman Muawiyah ummat Islam tidak pernah menikmati kebebasan dan demokrasi dalam kehidupan nyata. Kebebasan dan demokrasi hanya ada dalam teks-teks suci. Para penguasa muslim yang despotis berkuasa tanpa legitimasi rakyat dan selalu memerangi kehendak mereka.

Dalam suasana despotis dan penuh ketakutan semacam ini maka teori-teori politik tidak pernah berkembang baik dalam Islam, akibat kondisi yang tidak mendukung. Oleh sebab itu kita tidak banyak menjumpai literatur Islam yang membahas tentang politik dan tata negara (fikih as siyasah), dibanding dengan buku-buku yang berbicara tentang ibadat (fikih al ibadah), konsep pembersihan hati (tasawuf), ilmu tauhid (ilmu kalam).

Sebab-Sebab Hilangnya Demokrasi dari Masyarakat Islam.
Ada beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab hilangnya kebebasan dan demokrasi dari masyarakat Islam.

Faktor pertama adalah kekejaman para penguasa muslim pada masa lalu. Sikap despotis ini telah membentuk sebuah masyarakat yang miskin tata negara. Karena para ilmuwan muslim tidak banyak menulis perihal sistem pemerintahan dan pembagian kekuasaan ideal, akibat kerasnya tekanan penguasa.

Faktor kedua adalah hilangnya sistem konstitusi sebagai tempat berpijak bagi kehidupan bernegara. Tradisi membangun konstitusi sebenarnya telah diajarkan oleh Nabi Muhammad (Saw.) tatkala membangun negara Madinah. Konstitusi negara Madinah bernama "Piagam Madinah" (Watsiqah Al Madinah) hingga kini masih dapat dijumpai dalam literatur Islam. Namun entah mengapa tradisi berkonstitusi pada praktek kenegaraan kaum muslimin selanjutnya hilang. Hilangnya tradisi konstitusi ini berdampak pada hilangnya demokrasi dan timbulnya pertumpahan darah yang runyam pada setiap kali peralihan kekuasaan.
   
Faktor ketiga adalah pengekangan kebebasan yang merupakan pilar utama demokrasi. Setiap penguasa Islam pada masa lalu (hingga saat ini) memilih mazhab atau aliran agama tertentu sebagai aliran resmi negara dengan menyingkirkan aliran-aliran lain. Sebagaimana pada beberapa kurun Dinasti Abbasiyah yang bermazhab Mu'tazilah (rasionalis). Pada masa Dinasti Fatimiyah di Mesir bermazhab Syi'ah. Begitu pula dengan kondisi negara-negara Islam moderen, seperti Kerajaan Arab Saudi dan Iran.

Pengekangan kebebasan ini pada satu sisi untuk memperoleh dukungan dan legimitasi dalam rangka memperkuat kekuasaan. Namun di sisi lain, keberpihakan ini merupakan pemberangusan kebebasan yang merupakan dasar demokrasi. Penerimaan ataupun penolakan sebuah aliran keagamaan dalam tradisi asli Islam bukanlah dengan menggunakan kekuasaan dan politik, melainkan melalui tradisi keilmuan dalam bentuk dialog, debat, dan retorika dengan dalil-dalil ilmiah yang meyakinkan.  

Faktor terakhir adalah sikap beragama yang menyimpang di kalangan kaum muslimin. Sikap beragama yang menyimpang ini pada akhirnya menimbulkan ekstrimitas; ekstrim dalam berinteraksi dengan keduniaan dan esktrim tidak peduli dengan urusan keduniaan.

Sikap ekstrem pertama menumbuhkan despotisme jika berkuasa, dan sikap ekstrem kedua tidak peduli dunia. Kedua sikap ini kontraproduktif, karena Nabi Muhammad (Saw.) mengajarkan keseimbangan hidup antara urusan dunia dan akhirat. (FK).
Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.

Kata “Demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan rakyat) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.

Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.

Semenjak kemerdekaan 17 Agustus 1945, Undang-Undang Dasar 1945 memberikan penggambaran bahwa Indonesia adalah negara demokrasi. Dalam mekanisme kepemimpinannya Presiden harus bertanggung jawab kepada MPR dimana MPR adalah sebuah badan yang dipilih dari Rakyat. Sehingga secara hirarki seharusnya rakyat adalah pemegang kepemimpinan negara melalui mekanisme perwakilan yang dipilih dalam pemilu.
 Indonesia sempat mengalami masa demokrasi singkat pada tahun 1956 ketika untuk pertama kalinya diselenggarakan pemilu bebas di indonesia, sampai kemudian Presiden Soekarno menyatakan demokrasi terpimpin sebagai pilihan sistem pemerintahan.
Setelah mengalami masa Demokrasi Pancasila, sebuah demokrasi semu yang diciptakan untuk melanggengkan kekuasaan Soeharto, Indonesia kembali masuk kedalam alam demokrasi pada tahun 1998 ketika pemerintahan junta militer Soeharto tumbang.
Pemilu demokratis kedua bagi Indonesia terselenggara pada tahun 1999 yang menempatkan Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan sebagai pemenang Pemilu.

Musyawarah

Secara etimologis, musyawarah berasal dari kata “syawara” yang pada mulanya bermakna mengeluarkan madu dari sarang lebah. Makna ini kemudian berkembang, sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain, termasuk pendapat. Musyawarah dapat juga berarti mengatakan atau mengajukan sesuatu. Kata musyawarah pada dasarnya hanya digunakan untuk hal-hal yang baik, sejalan dengan makna dasarnya.

Karena kata musyawarah adalah bentuk mashdar dari kata kerja syawara yang dari segi jenisnya termasuk kata kerja mufa’alah (perbuatan yang dilakukan timbal balik), maka musyawarah haruslah bersifat dialogis, bukan monologis. Semua anggota musyawarah bebas mengemukakan pendapatnya. Dengan kebebasan berdialog itulah diharapkan dapat diketahui kelemahan pendapat yang dikemukakan, sehingga keputusan yang dihasilkan tidak lagi mengandung kelemahan.

Musyawarah atau syura adalah sesuatu yang sangat penting guna menciptakan peraturan di dalam masyarakat mana pun. Setiap negara maju yang menginginkan keamanan, ketentraman, kebahagiaan dan kesuksesan bagi rakyatnya, tetap memegang prinsip musyawarah ini. Tidak aneh jika Islam sangat memperhatikan dasar musyawarah ini.
 Islam menamakan salah satu surat Al-Qur’an dengan Asy-Syura, di dalamnya dibicarakan tentang sifat-sifat kaum mukminin, antara lain, bahwa kehidupan mereka itu berdasarkan atas musyawarah, bahkan segala urusan mereka diputuskan berdasarkan musyawarah di antara mereka.
Sesuatu hal yang menunjukkan betapa pentingnya musyawarah adalah, bahwa ayat tentang musyawarah itu dihubungkan dengan kewajiban shalat dan menjauhi perbuatan keji.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surat Asy-Syura 42: 37-38 : “Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji, dan apabila mereka marah, mereka memberi maaf. Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan-Nya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antar mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.”

Dalam ayat di atas, syura atau musyawarah sebagai sifat ketiga bagi masyarakat Islam dituturkan sesudah iman dan shalat. Menurut Taufiq asy-Syawi, hal ini memberi pengertian bahwa musyawarah mempunyai martabat sesudah ibadah terpenting, yaitu shalat, sekaligus memberikan pengertian bahwa musyawarah merupakan salah satu ibadah yang tingkatannya sama dengan shalat dan zakat. Maka masyarakat yang mengabaikannya dianggap sebagai masyarakat yang tidak menetapi salah satu ibadah.

‘Abdul KarÄ«m Zaidan menyebutkan bahwa musyawarah adalah hak ummat dan kewajiban imam atau pemimpin. Dalilnya adalah firman Allah SWT yang memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk bermusyawarah dengan para sahabat.

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali ‘Imran 3: 159)


Ayat di atas turun dalam konteks Perang Uhud, di mana pasukan Islam nyaris mengalami kehancuran gara-gara pasukan pemanah yang ditempatkan Nabi di atas bukit

tidak disiplin menjaga posnya. Akibatnya posisi strategis itu dikuasai musuh dan dari sana mereka balik menyerang pasukan Islam. Namun demikian Nabi tetap bersikap lemah-lembut dan tidak bersikap kasar kepada mereka.

Sebenarnya sebelum perang Uhud Nabi sudah bermusyawarah terlebih dahulu dengan para sahabat tentang bagaimana menghadapi musuh yang akan datang menyerang dari Mekkah, apakah ditunggu di dalam kota atau disongsong ke luar kota. Musyawarah akhirnya memilih pendapat yang kedua. Dengan demikian, perintah bermusyawarah kepada Nabi ini dapat kita baca sebagai perintah untuk tetap melakukan musyawarah dengan para sahabat dalam masalah-masalah yang memang perlu diputuskan bersama.

Mengomentari perintah musyawarah kepada Nabi dalam ayat di atas Muhammad Abdul Qadir Abu Faris menyatakan: “Jika Rasulullah SAW yang ma’shum dan mendapatkan penguat wahyu, sampai tidak pernah berbicara dengan nafsu telah diperintahkan dan diwajibkan oleh Allah SWT agar bermusyawarah dengan para sahabatnya, sudah tentu, bagi para hakim dan umara, musyawarah sangatlah ditekankan”.
Bahkan Rasulullah SAW yang memiliki kedudukan yang sangat mulia itu banyak melakukan musyawarah dengan para sahabat beliau seperti tatkala mencari posisi yang strategis dalam perang Badar, sebelum perang Uhud untuk menentukan apakah akan bertahan di dalam kota atau di luar kota, tatkala Nabi berencana untuk berdamai dengan panglima perang Ghathafan dalam perang Khandaq, dan kesempatan lainnya.

Memang, musyawarah sangat diperlukan untuk dapat mengambil keputusan yang paling baik di samping untuk memperkokoh persatuan dan rasa tanggung jawab bersama. ‘Ali ibn AbÄ« Thalib menyebutkan bahwa dalam musyawarah terdapat tujuh hal penting yaitu mengambil kesimpulan yang benar, mencari pendapat, menjaga kekeliruan, menghindarkan celaan, menciptakan stabilitas emosi, keterpaduan hati.

OPINI DAN PERMASALAHAN

Kita hidup di dunia ini tak akan pernah lepas dari kejaran masalah-masalah, baik itu masalah pribadi maupun masalah yang menyangkut kesejahteraan rakyat. Sebagai makhluk sosial, kita tak akan bisa hidup tanpa orang lain yang membantu kita, karena kita diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasangan dan diwajibkan untuk saling membantu serta saling melengkapi. Kenapa kita harus saling melengakpi dalam hidup ini? Karena manusia itu kan tidak ada yang sempurna, oleh karena itu kita harus saling melengkapi agar ketika kita ditimpa musibah, kita dapat menyelesaikannya bersama.

Demokrasi saat ini sudah banyak diperbincangkan bahkan diagung-agungkan yang katanya sebagai solusi dari suatu permasalahan. Katanya sich, demokrasi itu sebuah kebebasan berpendapat setiap individu. Tapi pendapat yang bagaimana nich…! menurut pengetahuan yang saya dapat, memang benar demokrasi itu sebuah kebebasan setiap individu, meskipun individu tersebut orang awam artinya orang tersebut tidak mengerti masalah yang sedang dihadapi, dan dia seakan-akan dipaksa untuk memberikan pendapatnya, secara otomatis pasti dia memberikan pendapat sesuka hatinya, meskipun pendapatnya itu bertentangan dengan agama. Kalo udah kayak gitu, apakah demokrasi itu sejalan dengan ajaran agama kita yakni agama Islam? Dan apakah demokrasi akan membawa kejayaan untuk Islam?

Pemungutan suara atau biasa disebut dengan voting sering digunakan oleh lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi baik dalam sebuah negara maupun dalam sebuah perkumpulan biasa, di dalam mengambil sebuah sikap atau dalam memilih seorang pimpinan dan lain-lain.
Cara ini sudah menjadi sesuatu yang gak asing lagi di mata kita, karena semua permasalahan diselesaikan dengan cara mengambil suara mayoritas atau dengan pemungutan suara itu.
Dengan pemungutan suara secara otomatis siapa saja / masyarakat umum bisa dilibatkan di sini. Padahal kan banyak diantara masyarakat itu gak tau. Dan dalam memilih seorang pemimpin umat pun cara itulah yang digunakan, walaupun orang itu tidak tahu apa dan bagaimana kriteria seorang pemimpin umat menurut konsep Islam.

Pemungutan suara atau voting boleh digunakan dalam pengambilan sebuah sikap atau keputusan, tapi tidak untuk menentukan pemimpin umat. Sebab, ini menyangkut kehidupan berbangsa dan bernegara yang cakupannya sangat luas. Kenapa saya menganggap voting itu dibolehkan dalam pengambilan sebuah keputusan atau sikap? Karena pada zaman Nabi Muhammad SAW banyak sekali bentuk praktek voting di zaman nabi Muhammad SAW, yang intinya memang menggunakan jumlah suara sebagai penentu dalam pengambilan keputusan.

Misalnya, ketika musyawarah menentukan sikap dalam menghadapi perang Uhud. Sebagian kecil shahabat punya pendapat sebaiknya bertahan di Madinah, namun kebanyakan shahabat, terutama yang muda-muda dan belum sempat ikut dalam perang Badar sebelumnya, cenderung ingin menyongsong lawan di medan terbuka. Maka Rasulullah SAW pun ikut pendapat mayoritas, meski beliau sendiri tidak termasuk yang mendukungnya.

Sebelumnya dalam perang Badar, juga Rasulullah SAW memutuskan untuk mengambil suara terbanyak, tentang masalah tawanan perang. Umumnya pendapat menginginkan tawanan perang, bukan membunuhnya. Hanya Umar bin Al-Khattab saja berpendapat bahwa tidak layak umat Islam minta tebusan tawanan, sementara perang masih berlangsung. Tetapi, kesemuanya itu tetap dilakukan dengan cara musyawarah terlebih dahulu, tidak seenaknya menentukan keputusan.

Setelah kita melihat contoh-contoh pada zaman Rasulullah SAW, menggunakan voting sebagai pemutusan sebuah sikap, tetapi bukan untuk menentukan seorang pemimpin umat. Apa yang terjadi di Negara kita? Negara ini menggunakan voting sebagai penentu untuk menentukan siapa pemimpin Negara, Daerah, dll. Jadi, voting hanya boleh dipakai untuk menentukan sikap atau keputusan yang tidak bersinggungan dengan syariah (aqidah).

Arti dari Pemungutan suara (PEMILU) itu sendiri adalah pemilihan pemimpin dengan cara mencatat nama yang dipilih atau dengan mencoblos salah satu calon yang diinginkan (disuka) atau dengan kata lain voting. Pemungutan suara ini, meskipun memiliki arti: pemberian hak pilih, tapi gak perlu digunakan dalam pemilihan pemimpin, apalagi ini dalam menentukan pemimpin umat yang cakupannya lebih besar, bahkan besar banget!!

Cara itulah yang digunakan oleh negara demokrasi seperti Indonesia. Dengan pemungutan suara (demokrasi) menentukan seorang pemimpin dengan pelaksanaannya yang dinamakan dengan PEMILU (Pemilihan Umum), seperti yang telah dijelaskan di atas. Dengan pemilu, seluruh rakyat memilih calon pemimpin negara (yang dikasih nama Presiden itu). Jadi, seluruh warga baik yang awam maupun yang cerdas atau yang berpendidikan, berhak menentukan pemimpinnya yang nantinya dia yang menjalankan roda pemerintahan di negara tersebut. Kekuasaan / kedaulatan itu semuanya berada di tangan rakyat secara mutlak.

Dengan cara dan praktek kayak gini bisa aja seorang yang gak layak menjadi pemimpin (Pemabuk, Koruptor, Pemerkosa, dll) keluar menjadi pemenangnya, terus gimana nasib negara ini kalo yang jadi pemimpin itu pemabuk, koruptor, pemerkosa, dll. Adapun yang pantas dan berhak menjadi pemimpin malah tersingkir atau malahan gak dipandang sama sekali !

Sedangkan dalam Islam metode pemungutan suara ini tidak dibenarkan (penentuan seorang pemimpin ummat), yang digunakan adalah metode musyawarah (syuro) dan mengajarkan bahwa kedaulatan itu bukan berada di tangan manusia, tetapi berada di tangan Allah SWT dan Rasul-Nya dan berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Hadits. Allah SWT pun berfirman:

Surat Al-Ahzab: 36 yang artinya: “Dan tidaklah patut laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya maka sungguh di telah sesat, sesat yang nyata.”

Surat An-Nisaa: 58 yang artinya: “Sesungguhnya Allah SWT menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil”.


Surat An-Nisaa itu pun menjelaskan bahwa dalam menentukan pemimpin atau memberi amanat itu hanya kepada yang mampu menerima dan melaksanakan amanat tersebut, artinya dia mampu dan termasuk dalam kriteria seorang pemimpin yang dimaksudkan Islam tadi.

Kepemimpinan adalah sebuah amanat yang sangat agung, yang menyangkut tentang seluk-beluk kehidupan manusia. Oleh karena itu amanat ini harus diserahkan kepada yang berhak menerimanya menurut pandangan syari’at. Proses pemungutan suara bukanlah cara yang tepat untuk penyerahan amanat tersebut. Karena cara itu tidak bisa menjamin kalo amanat itu tersampaikan kepada yang berhak. Bahkan di lapangan pun telah terbukti kalo yang menerima amanat itu bukan orang-orang yang berhak menerimanya, misalnya saja seorang pemimpin yang selalu ragu-ragu dalam mengambil sebuah kebijakan, sebab di dalam Islam itu seorang pemimpin itu harus tegas dalam menentukan kebijakan atau keputusan-keputusan; dan bisa saja pemimpin tersebut adalah seorang KORUPTOR.

Pemimpin Negara (Kepala Negara), menurut Al-Baqillani, harus berilmu pengetahuan yang luas, karena ia memerlukan para hakim yang berlaku adil. Dengan ilmunya itu ia dapat mengetahui apakah putusan hakim sesuai dengan ketentuan hukum atau tidak dan apakah sesuai dengan asas keadilan. Syarat lain, kepala negara harus bertindak adil dalam segala urusan, berani dalam peperangan, dan bijaksana dalam mengorganisir militer yang bertugas melindungi rakyat dari gangguan musuh. Dan dalam segala tindakannya itu harus bertujuan untuk melaksanakan “Syari’at Islam”. Artinya dalam mengatur kepentingan umat harus sesuai dengan “Syari’at Islam”.


Tidak berbeda dari Al-Baqillani, Al-Baghdadi menyatakan: “Kelompok kami berpendirian bahwa orang yang berhak memegang jabatan khalifah (Pemimpin Negara) harus memiliki kualitas berikut: 1) berilmu pengetahuan, minimal untuk mengetahui apakah undang-undang yang dibuat para mujtahid sah menurut hukum agama dan peraturan-peraturan lainnya; 2) bersifat jujur dan saleh; 3) bertindak adil dalam menjalankan segala tugas pemerintahan dan berkemampuan”.

Jadi, sudah jelas dari kedua kelompok di atas tadi menjelaskan bahwa syarat menjadi seorang pemimpin negara itu adalah harus orang yang memiliki ilmu pengetahuan, minimalnya dia harus tahu apakah undang-undang yang dibuatnya tidak keluar dari batas-batas hukum agama Islam yang berpedoman kepada Al-Qur’an dan Hadits. Kita lihat di Indonesia, apakah undang-undang kita masih dalam batas-batas yang telah dibatasi oleh pedoman agama kita yakni Al-Qur’an dan Hadits? Menurut kaca mata saya, undang-undang yang diterapkan di negara ini sudah melenceng dari Al-Qur’an dan Hadits, contohnya saja penjualan minuman keras masih merajalela bahkan dibiarkan beroperasi. Dan yang lebih parah lagi, pemilihan seorang pemimpin (kepala negara) dilaksanakan dengan cara pemungutan suara, padahal Islam tidak mengajarkan seperti itu. justru islam mengajarkan bahwa dalam penentuan seorang pemimpin itu dilaksanakan dengan cara bermusyawarah. Sebenarnya bukan keluar dari Al-Qur’an dan Hadits saja, demokrasi pun sudah tidak sesuai lagi dengan pedoman hidup negara kita yakni Pancasila. Seperti yang tercantum dalam sila ke 4 : “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah, kebijaksanaan dalam permusyawaratan, perwakilan”. Disini dikatakan bahwa “kebijaksanaan dalam permusyawaratan” bukanlah “kebijaksanaan dalam demokrasi”. Jadi, jelas sekali ternyata demokrasi bukan hanya tidak sesuai dengan pedoman agama kita (Al-Qur’an dan Hadits), tetapi dengan Pancasila pun sudah tidak sesuai.


Sebenarnya Pancasila yang ada di negara kita ini sudah benar, sebab isi silanya itu merupakan isi yang sesuai dengan ajaran agama Islam, isinya itu tidak keluar dari pagar pembatas Al-Qur’an dan Hadits.

Kalo dalam demokrasi itu sich nash-nash syari’at dan hukum-hukum Allah itu gak dianggap, tapi yang dianggap dan dijadikan acuan dalam demokrasi ini adalah “Hukum Rakyat”. Jadi rakyat adalah sumber hukum dalam setiap permasalahan ummat. Oleh karena itu, orang-orang mendefinisikan demokrasi itu dalam undang-undang dengan sebutannya “Kedaulatan sepenuhnya berada di tangan Rakyat”, sehingga demokrasi bisa disebut dengan nama hukum mayoritas rakyat (suara terbanyak).

Di dalam Islam dalam menentukan seorang pemimpin ummat tidak menggunakan demokrasi (suara mayoritas), tapi Islam menyelesaikan masalah ummat atau bahkan menentukan pemimpin umat itu dengan cara Musyawarah (Syuro). Jadi setiap permasalahan yang ada, diselesaikan dengan Musyawarah. Kan musyawarah itu didefinisikan dengan mengeluarkan pendapat setiap anggota musyawarah itu.

Nanti dulu donk? Kita selidiki dulu, siapa yang berhak mengeluarkan pendapat itu? Dan anggota musyawarah itu, siapa? Nah, yang berada di Majelis Syuro itu adalah ahl al-hall wa al-‘aqd dan ahl al-ikhtiyar, yang artinya “orang yang berkompeten untuk melepas dan mengikat”. Nah, sekarang udah jelas nich, siapa yang berada di Majelis Syuro itu, yakni orang-orang yang berkompeten di bidangnya masing-masing, seperti Ulama, Kepala Negara, dan para pemuka masyarakat yang berusaha mewujudkan kemaslahatan rakyat. Kalo gitu, Islam tidak mengenal yang namanya Hak Asasi Manusia (HAM) donk?

Jangan salah, Islam mengenal yang namanya HAM, lihat salah satu anggota musyawarah di atas, ”Para Pemuka Masyarakat”. Nah, sebelum ada para pemuka masyarakat itu, dia meminta pendapat masyarakatnya terlebih dahulu, dan selanjutnya ditampung oleh tokoh masyarakat itu dan disampaikan di Majelis Syuro itu. Kenapa hanya Tokoh Masyarakat saja yang dibawa ke majelis syuro? Karena pada dasarnya manusia itu gak semuanya berkompeten.

Dan menurut teori Mc. Gregor, jika manusia diberi kebebasan, mereka akan melakukannya menurut cara mereka sendiri / sesuaka hati meskipun itu melanggar peraturan. Jadi, di dalam Islam yang berada di dalam majelis Syuro adalah para wakil rakyat.

Ada yang mengatakan bahwa pemungutan suara adalah bagian dari musyawarah. Tentu saja amat berbeda jauh antara Musyawarah mufakat menurut Islam dengan pemungutan suara ala Demokrasi, yakni perbedaan itu diantaranya:

1. Dalam musyawarah mufakat, keputusna ditentukan oleh dalil-dalil walaupun suaranya minoritas
2. Anggota musyawarah adalah ahli ilmu (ulama) dan orang-orang shalih, adapun di dalam pemungutan suara anggotanya bebas siapa saja
3. Musyawarah hanya perlu dilakukan jika tidak ada dalil yang jelas dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Adapun dalam pemungutan suara, walaupun sudah ada dalil yang jelas seterang matahari, tetap saja dilakukan karena yangberkuasa adalah suara terbanyak, bukan Al-Qur’an dan As-Sunnah.


Mengenai masalah para wakil rakyat, Islam punya kriteria tersendiri bagi orang-orang yang duduk di Majelis Syuro. Ada tiga syarat, yaitu:

1. Sifat adil terhadap siapa saja dan senantiasa memelihara wibawa dan nama baik;

2. Mempunyai pengetahuan yang memadai tentang seluk-beluk negara (ketatanegaraan) sehingga mampu menentukan pilihan dengan membedakan siapa yang paling berhak untuk diangkat menjadi Imam (Kepala Negara); dan

3. Wawasan luas dan kebijaksanaan sehingga mampu menilai berbagai alternatif serta memilih yang terbaik untuk umat sesuai dengna kemaslahatannya dan menjauhkan yang dapat membahayakannya.

Dan disamping hal tersebut juga perlu diperhatikan bahwa ia juga harus senantiasa memperhatikan tradisi yang ada di masyarakat itu sendiri. Jadi, para wakil rakyat harus memperhatikan tradisi atau budaya yang terdapat dalam masyarakat yang sedang diwakili oleh wakil rakyat itu. Dengan adanya ketiga syarat itu, diharapkan para wakil rakyat itu akan dapat mewakili kamuan dan kehendak rakyat yang diwakilinya.

Pada buku yang saya baca dengan judul “Demokrasi Sejalan dengan Islam?”, saya setuju dengan apa yang dikatakan di dalam buku ini, mengenai perbedaan demokrasi dengan syuro yang diibaratkan bagaikan langit dan bumi, yang perbedaannya itu, ialah:

Syuro adalah aturan dan manhaj rabbaniy, sedangkan demokrasi adalah hasil karya manusia yang serba kekurangan yang selalu diombang-ambing oleh hawa nafsu dan emosi.

Syuro adalah bagian dari syarai’at Allah SWT, dien-Nya dan hukum-Nya, sedangkan demokrasi adalah penentangan terhadap hukum Allah SWT.

Syuro dilakukan dalam masalah yang tidak ada nash di dalamnya, adapun dalam masalah yang sudah ada nashya maka tidak ada syuro.

Jadi, di point ke tiga disebutkan bahwa syuro itu sendiri digunakan jika dalam suatu masalah itu tidak ada nash di dalamnya, baru diadakan syuro. Dan orang-orang yang berada di dalamnya itu pun harus orang-orang yang berkompeten di bidangnya. Dan jika masalah itu sudah ada nash nya, maka syuro itu pun tidak berlaku. Jadi, penyelesaiannya itu dengan cara mengikuti hukum yang udah diturunkan oleh Allah SWT yakni Al-Qur’an dan Hadits. Karena yang menentukan hukum itu bukanlah manusia, tetapi manusia lah yang wajib mentaati aturan yang diturunkan oleh Allah SWT, Rasul-Nya dan kemudian kepada pemimpin kaum muslimin.

2. HASIL DISKUSI

Pendapat orang itu berbeda-beda, jadi kalo ada yang berbeda pendapat jangan marah ya? Setelah saya berdiskusi dengan keluarga, saudara serta teman-teman saya, banyak yang didapat dari diskusi tersebut. Pertama-tama saya bertanya terlebih dahulu, “Apakah demokrasi itu menurut mereka? Dan apakah musyawarah menurut mereka (Islam)? Kenapa saya bertanya seperti itu? Untuk pertanyaan yang pertama, karena sebelum berdiskusi terlalu jauh, kita harus sepakat dulu, satukan pikiran, apakah demokrasi itu? Sebab yang sedang kita bahas adalah demokrasi, dan apakah musyawarah itu? kenapa saya bertanya musyawarah? Karena di dalam Islam yang dipakai bukan demokrasi (menurut saya), tetapi Musyawarah? Jadi, saya pun harus bertanya tentang musyawarah itu, agar kita semua tahu apa musyawarah itu, apa bedanya dengan demokrasi? Apakah berbeda, ataukah sama dengan demokrasi? Jika yang saya tanya itu tidak tahu atau pun tidak sepaham dengan saya, saya mencoba untuk meluruskannya.

Pertama, lawan diskusi saya menjawab, bahwa demokrasi adalah kebebasan berpendapat yang dikenal dengan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dan demokrasi yang diterapkan di Indonesia itu adalah “Demokrasi Pancasila”. Lalu, definisi musyawarah pun dijawab, bahwa musyawarah katanya sama dengan demokrasi, kedua-duanya sama-sama mengeluarkan pendapat. Jadi, menurut mereka musyawarah dan demokrasi itu gak ada bedanya.

Kemudian saya pun sepakat dengan jawaban dia yang pertama, mengenai demokrasi itu, tetapi saya terus menambahkan jawaban dia tentang kebebasan berpendapat tadi, bahwa demokrasi merupakan kebebasan berpendapat yang dimiliki oleh setiap “Individu”, itu menurut pengamatan saya berdasarkan apa yang telah terjadi di negeri ini. Nah, individu disini berarti kan setiap manusia memiliki hak untuk mengeluarkan pendapatnya, walaupun pendapatnya itu keluar dari batasan.

Yang namanya manusia itu kan tidak semuanya pintar, paham, serta berwawasan luas. Manusia itu ada yang pintar dan ada pula yang bodoh, ada yang baik dan ada pula yang jahat. Nah, bagaimana dengan orang jahat itu, apakah dia akan mengeluarkan pendapat yang benar? Nah, tentang demokrasi yang dianut oleh negara Indonesia itu, kata dia adalah “Demokrasi Pancasila”, tetapi menurut saya demorkasi itu sendiri sudah bertentangan dengan Pancasila, yakni pada sila ke 4, yang mana isinya “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah, kebijaksanaan dalam permusyawaratan, perwakilan” kita lihat, disitu dibilang bahwa ‘permusyawaratan’ bukan ‘dalam Demokrasi, Perwakilan’. Lalu, dia pun ‘diam’.

Dan saya juga gak sepakat dengan jawaban mereka yang kedua tentang musyawarah? Lalu, saya pun menjawab tentang musyawarah tadi, bahwa musyawarah memang betul bebas mengeluarkan pendapat, tetapi bebas disini tidak sebebas yang mereka kira, menurut ajaran islam kebebasan berpendapat dalam bermusyawarah itu memiliki batas-batas tertentu yaitu dengan tidak keluar dari syari’ah yakni Al-Qur’an dan Hadits.

Lalu, saya bertanya : “Jika demokrasi itu sejalan dengan Islam, bagaimana dengan pemilu? Pemilu itu kan pemilihan umum yang dilaksanakan untuk memilih seorang pemimpin negara dan ummat, dan yang ada dalam pemilu itu kan cara pemilihannya dengan cara voting, artinya dengan penentuan suara terbanyak / suara mayoritas?” Dia pun menjawab: “Memang menurut saya voting itu memang tidak sesuai dengan islam, karena itu seperti kita bermain judi / gambling, artinya dalam pemilihan seorang “Kepala Negara” itu ditentukan dengan cara perjudian (untung-untungan)”. Menurut dia, demorkasi yang diterapkan di Indonesia sudah mengacu kepada demokrasi liberal, yang mana demokrasi liberal itu sistem yang diterapkan oleh negara Amerika. Amerika menerapkan demokrasi liberal, yang mana disana kebebasan berpendapat atau mengeluarkan aspirasi atau apapun itu, dibebaskan disana sebebas-bebasnya.

Ah, ternyata dia gak setuju juga dengan yang namanya voting, dimana voting ini sudah diterapkan di Indonesia sebagai cara pemilihan seorang pemimpin. Kan saya bilang pada dia, bahwa pemilihan seorang pemimpin, apalagi pemimpin ummat di dalam islam itu menggunakan sistem musyawarah (syuro), dimana orang-orang yang ada di dalam majelis syuro itu bukan orang sembarangan, yakni mereka adalah orang-orang yang memiliki potensi di bidangnya masing-masing, seperti ulama, kepala negara, tokoh masyarakat, dimana mereka yang mewakili dan dipercayai oleh masyarakat untuk mewakilinya.

Mereka mengeluarkan pendapatnya masing-masing dan diseleksi apakah pendapatnya itu benar ataukah keluar dari Al-Qur’an dan Hadits. Nah, lalu saya bilang lagi pada dia, bahwa yang diterapkan di Indonesia itu bukannya mengeluarkan pendapat untuk memilih seorang presiden, tetapi hanya mencoblos poster atau nama presiden yang dia sukai, yang mana di suka itulah yang dipilih, apakah pilihannya itu benar atau tidak, itu lain urusan? Terus, dia menjawab: “Jika seluruh rakyat Indonesia disuruh untuk mengeluarkan pendapatnya di gedung rakyat, apa yang terjadi? Dan kalau gitu Islam tidak memberi kebebasan kepada rakyat untuk memberikan pendapatnya donk?” Katanya. Nah, saya pun menjawab: “Tenang ‘cuy’, kita lihat yang pernah diterpakan oleh presiden Soeharto, waktu zaman dia, pemilu itu tetap dilaksanakan dan rakyat pun tetap mengeluarkan hak pilihnya.

Tetapi, bedanya hasil pilihan rakyat di setiap daerah itu, pertama ditampung terlebih dahulu oleh wakil rakyat dan kemudia dimusyawarahkan kembali di gedung rakyat, kurang lebih seperti itu lah? Nah, di dalam Islam pun kurang lebih kayak gitu, pertama pilihan masyarakat ditampung kepada tokoh masyarakat atau pun wakil rakyat tadi, kemudian dimusyawarahkan dengan tokoh-tokoh yang lainnya yang tergabung dalam majelis syuro itu, jadi, gak sembarang orang yang terdapat dalam majelis syuro itu” menurut saya. Menurut saya antara pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono dengan pemerintahan Presiden Soeharto, lebih bagus Soeharto, itu saya lihat dari sistem pemilihan umumnya, yang tidak sepenuhnya diserahkan kepada rakyat, tetapi tetap ada proses pengolahan di gedung rakyat itu.

Setelah itu, saya pun bertanya kembali kepadanya. “Bagaimana? Apakah demorkasi itu masih sesuai atau sejalan dengan Islam?” Tetapi, dia menjawab: “Aah…. saya tetap dalam pendirian saya, bahwa demokrasi itu memang sejalan dengan Islam.” Dia tetap ‘kekeh’, ya udah lah, saya gak memaksa dia (saudara), keluarga dan teman saya tadi. Saya tetap menghargai pendapat mereka, kan namanya juga manusia, memiliki pemikiran yang berbeda-beda.


KESIMPULAN

Yang namanya negara itu pasti memerlukan seorang pemimpin, karena tanpa adanya seorang pemimpin, maka akan dibawa kemana negara ini. Setiap pemimpin negara itu pasti memiliki tujuan masing-masing, dimana tujuan itu tidak lain yaitu ingin mencapai sebuah kesejahteraan untuk rakyatnya. Apakah dengan demokrasi, tujuan negara ini akan terwujud? Dan apakah dengan sembarang pilih pemimpin, tujuan negara akan terwujud?

Untuk menentukan seorang pemimpin terutama pemimpin ummat dan negara itu jangan sembarangan untuk memilihnya, karena jika kita salah pilih, maka akibatnya akan fatal yang akan berdampak kepada rakyat dan negara itu sendiri. Apakah kita mau dijajah kembali, oleh ‘Belanda’ misalnya?. Tentu tidak, kan? Oleh karena itu mari kita mulai perubahan ini dimulai dari diri kita sendiri, karena hanya kita yang dapat membuat sebuah perubahan itu untuk negara ini.

Mungkin kita pun bingung, bagaimana cara merubahnya? Jika saya harus merubah sistem demokrasi, itu sangat tidak mungkin, karena apa? Karena saya hanyalah seorang Mahasiswa yang tidak mampu untuk melakukan itu, saya tidak punya wewenang dan saya tidak punya kemampuan untuk melakukannya, saya hanya Mahasiswa ‘ecek-ecek’, hehe…..hehe…

Setiap ideologi yang ada di setiap negara itu pasti memiliki tujuan yang baik, tetapi tak dapat dipungkiri juga, bahwa kemampuan manusia itu sangat terbatas. Terus, apa sebenarnya yang harus kita rubah? Orangnya kah? Atau sistemnya yang kita rubah?, yang sudah saya bilang tadi, bahwa sistem itu tidak mungkin saya rubah. Menurut saya, mungkin dari orangnya tadi yang perlu kita rubah. Mulai dari yang pertama, jika dalam PEMILU 2009 nanti, jangan sampai kita terpengaruh oleh bujukan-bujukan setan yang hanya memberikan kenikmatan sesaat, misalnya jangan sampai kita mudah untuk disogok oleh para oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab, sebab itu akan berakibat kepada negara dan kita sebagai rakyatnya nanti. Kita harus berfikir ke depan, jangan hanya berfikir konsumtif yang hanya memikirkan kejadian pada saat itu juga, tetapi kita harus berfikir panjang. Bagaimana negara ini akan berubah, jika kita hanya mampu menerima ‘Uang Suap’ yang memberi kenikmatan sesaat kepada kita. Mari kita berfikir panjang!!

Nah yang kedua, kita dalam memilih seorang ‘pemimpin rakyat’, kita harus mampu mengenal calon pemimpin kita terlebih dahulu. Jangan memilih presiden secara ‘subjektif’, artinya kita memilih, jangan karena calon presiden itu sodara kita atau mungkin calon presiden itu ‘ganteng’. Mari kita pilih pemimpin kita berdasarkan apa yang dimiliki oleh calon tersebut.

Artinya, apakah orang tersebut mampu memimpin negara dan rakyatnya kelak? Kita pilih berdasarkan kriteria seorang pemimpin yang telah diberikan oleh Islam, yakni apa yang telah dipaparkan oleh Al-Baghdadi, yang menyatakan: “Kelompok kami berpendirian bahwa orang yang berhak memegang jabatan khalifah (Pemimpin Negara) harus memiliki kualitas berikut: 1) berilmu pengetahuan, minimal untuk mengetahui apakah undang-undang yang dibuat para mujtahid sah menurut hukum agama dan peraturan-peraturan lainnya; 2) bersifat jujur dan saleh; 3) bertindak adil dalam menjalankan segala tugas pemerintahan dan berkemampuan”.

Walaupun begitu tetaplah syari’at islam yang nomor 1 (satu), hanya dengan syariat Islam, negara ini akan merasakan kesejahteraan. Setelah saya berkicau kesana-kemari, walaupun dari tadi gak ada yang mau ngalah, semuanya tetap pada pendiriannya masing-masing dan saya juga tetap pada pendirian saya. Nah, akhirnya saya memberi kesimpulan bahwasanya “Demokrasi itu tidak sejalan dengan Islam” yang mana di dalam islam itu tidak ada demokrasi, tetapi yang ada hanyalah musyawarah (syuro), untuk menentukan seorang pemimpin ummat khususnya.

Mari kita bersama-sama untuk menerapkan kembali musyawarah yang sebenarnya sudah menjadi pedoman hidup kita yakni yang terdapat dalam Pancasila, sila ke 4. Hanya dengan bermusyawarah, kita akan mendapatkan sebuah jawaban yang mendekati kebenaran bahkan kebenaran, karena kita bermusyawarah tidak hanya mengeluarkan pendapat sesuka kita, tetapi musyawarah dalam Islam itu adalah berpendapat yang tidak keluar dari Al-Qur’an dan Hadits.

Yang mana Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah melalui Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW, yang isinya sudah tidak diragukan lagi dan isinya pun mencakup segala seluk beluk kehidupan yang terdapat di dunia dan di akhirat. Dan Hadits yakni ucapan-ucapan Nabi Muhammad SAW pada saat Baginda kita masih hidup di dunia ini.

Ingat kawan!! Ideologi Islam adalah yang terbaik daripada ideologi-ideologi yang terdapat di dunia ini, karena ideologi Islam bukan manusia yang sengaja membuatnya, tetapi Allah SWT yang menurunkannya dan diamanhkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk meng-syiarkannya ke seluruh penjuru dunia. Jadi, jangan sekali-kali menyamakan demokrasi dengan musyawarah (syuro) yang terdapat dalam Islam. Keduanya itu memiliki perbedaan yang sangat jauh… sekali. Bagaikan langit dan bumi.

Praktikum Biologi


LEMBAR KERJA II
PRAKTIKUM BIOLOGI KELAS X IPA 2
MAN 2 JAKARTA

I.                   JUDUL     : Difusi dan Osmosis
II.                TUJUAN   : mengetahui terjadinya proses Difusi dan Osmosis
III.             HARI/TANGGAL : Kamis,13 Januari 2011
IV.              LANDASAN TEORI :
Potensial air daun mempengaruhi transpirasi terutama melalui pengaruhnya terhadap membuka stomata, tetapi juga mempengaruhi kadar uap air dalam ruang udara daun. Pengurangan potensial air sedikit tidak akan mempengaruhi transpirasi secara nyata, terutama apabila kadar uap air udara tinggi.
Potensial osmosis menunjukkan status suatu larutan dan menggambarkan perbandingan proporsi zat terlarut dengan pelarutnya. Makin pekat suatu larutan akan makin rendah potensial osmosisnya. Potensial osmosis dari suatu sel dapat diukur dengan berbagai metode.
Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan suatu seri larutan yang konsentrasi dan PO nya diketahui, misalnya dengan larutan sukrosa. Metode ini didasarkan pada adanya peristiwa plasmolisis, yaitu dengan menentukan suatu larutan yang hanya menyebabkan terjadinya kondisi “incipient plasmolisis”
V.                 ALAT DAN BAHAN
1.       Pisau                                                          5. Garam/gula                            
2.       Beacker gelas atau cawan petri                  6. Sirup
3.       Timbangan
4.       Buah apel
VI.              CARA KERJA
a.       Mengamati peristiwa difusi.
1.       Menyediakan air pada beaker glass
2.       Pada beaker glass I masukkan ± 5ml sirup
3.       Pada beaker glass II, masukkan ± 4gr garam.
4.       Mengamati dan mencatat peristiwa yang terjadi


Sebelum di masukkan sirup atau garam
Sesudah dimasukkan sirup atau garam
Beaker glass I
(SIRUP)
Airnya bening, rasanya tawar.
·         Air berubah warna menjadi warna sirup(merah)
·         Rasanya manis
Beaker glass II
(GARAM)
Airnya bening, rasanya tawar.
·         Airnya berubah warna menjadi keruh
·         Rasanya menjadi asin.

b.       Mengamati peristiwa osmosis
Percobaan 1 : 
1.       Menyediakan 2 buah beaker glass
2.       Membuat 2 potongan kecil buah apel, memotongnya seperti dadu
3.       Menimbang potongan apel pada timbangan
4.       Memasukkan potongan apel I kedalam beaker glass yang berisi air dan potongan apel II ke dalam larutan garam
5.       Membiarkan 15-20 menit
6.       Setelah  ± 20 menit, mengangkat potongan apel dan menimbangnya
7.       Mengamati dan mencatat perubahan yang terjadi.

Perlakuan
Berat potongan apel sebelum dimasukkan
Berat potongan apel sesudah dimasukkan
Keterangan
I.                    Air
          2,4 gram
          6,7 gram
Terjadinya osmosis. Air didalam gelas diserap u oleh apel, oleh karena itu, apel bertambah beratnya 
II.                 Air garam
          5,1 gram
           2,6gram 
Terjadinya osmosis apel diserap oleh air garam, oleh karena itu massa apel menyusut


VII.           KESIMPULAN
                        Difusi merupakan pergerakan atau perpindahan partikel atau molekul suatu zat (padat,cair, atau gas) dari tempat yang berkonsentrasi tinggi ke tempat yang berkonsentrasi rendah, baik melewati membran ataupun tidak. Sedangkan osmosis merupakan proses perpindahan molekul-molekul zat pelarut (air) dari tempat yang berkonsentrasi rendah menuju ke tempat yang berkonsentrasi tinggi dengan melewati membran semipermeabel.

 
Free Host | lasik surgery new york